Minggu, 19 April 2015

Masalah-masalah dalam Belajar

BAB I
PENDAULUAN

1.1  Latar Belakang
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik dalam upaya meningkatkan kemampuan kemudian diiringi oleh  perubahan dan  peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan manusia itu sendiri. Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di dalam lingkungan belajar. Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal. Salah satu lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah dimana di dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan interaksi antara guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk mencapai atau memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang optimal sesuai dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Biasanya kemampuan siswa dalam belajar seringkali dikaitkan dengan kemampuan intelektualnya. Pengukuran kemampuan intelektual ini ditunjukkan oleh hasil tes IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual. Siswa dengan IQ > 110 tergolong kedalam siswa dengan kemampuan diatas rata-rata, siswa dengan rentang IQ 90-109 tergolong kedalam rata-rata normal, dan IQ < 90 tergolong kedalam rata-rata rendah atau siswa dengan kemampuan rendah.
Ada siswa dengan kecerdasan intelektual diatas rata-rata/rata-rata tinggi namun tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan yang sesuai dengan kemampuannya yang diharapkan dalam belajar. Kemudian ada siswa yang mendapatkan kesempatan yang baik dalam belajar, dengan kemampuan yang cukup baik, namun tidak menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam belajar. Dan ada pula siswa yang sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dengan kemampuan yang kurang dan prestasi belajarnya tetap saja kurang.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hambatan dan masalah dalam proses belajar siswa itu sendiri, baik dalam prosesnya di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, guru selaku pendidik dituntut untuk selalu dapat memberikan dorongan/motivasi kepada siswanya yang kurang bersemangat dalam belajar dan meberikan solusi terhadap permasalahan belajar yang dihadapi siswanya.
1.2  Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian masalah belajar?
  2. Apa sajakah jenis-jenis masalah belajar?
  3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab masalah belajar?
  4. Bagaimana cara pengungkapan masalah belajar?
  5. Bagaimana upaya pengentasan masalah belajar?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995: 196 ).
Menurut (Garry dan Kingsley, 1970: 15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas.

2.2    Jenis-jenis Masalah Belajar
Dalam pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan jenis-jenis siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:
a)        Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa di dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
b)        Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang menyebabkan si siswa cerdas ini harus menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak diatas teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
c)        Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat IQ yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal. Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
d)       Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.
e)        Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu sendiri.
f)         Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
g)        Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut  untuk mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.
h)        Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.

2.3    Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar
1.        Hal-hal yang Berpengaruh Terhadap Proses Belajar
Dalam menunjang berhasilnya suatu proses belajar, terdapat beberapa masalah-masalah yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

A.      Masalah-Masalah Intern Belajar
Dalam belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka dapat menyelesaikannya maka mereka tidak akan mengalami masalah atau kesulitan dalam belajar. Terdapat berbagi faktor intern dalam diri siswa, yaitu:

1.        Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang suatu yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian.
2.        Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnta diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3.        Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Untuk memperkuat perhatian pada pelajara, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan meperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat.
4.        Kemampuan mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan siswa mengolah bahan ajar belajar menjadi semakin baik, jika siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5.        Kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Sedangkan kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan.
6.        Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa kan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkan dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama dapat berwujud transfer belajar atau unjuk prestasi belajar.
7.        Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajarnya. Siswa menunjukkan bahwa ia elah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut berpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktivan pra pengolahan, pengolahan, penyimpanan, pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapay juga gagal berprestasi.
Dalam belajar pada ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Lupa pada ranah kognitif umumnya berlawanan dengan mengingat. Pesan yang dilupakan belum tentu berarti “hilang” dari ingatan. Kadang kala siswa memerlukan waktu tersebut untuk “membangkitkan” kembali pesan yang “terlupakan”. Dengan berbagai pancingan, dalam waktu tertentu, pesan yang “terlupakan” dapat diingant kembali. Bila pesan tersebut sudah “dibangkitkan”, maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi belajar, maupun transfer belajar. Proses terjadinya gejala lupa dapat dilacak dan diperbaiki dalam proses belajar ulang.
8.        Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal yang sebaliknya dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa percaya diri semakin kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Pada tempatnya guru mendorong keberanian secara terus menerus, memberikan bermacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila sisw atelah berhasil.
9.        Intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut Wechsler (Monks & Knoers & Siti Rahayu) Haditono) intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar.  Menurut Siti Rahayu Haditono di Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh factor-faktor seperti:
·         Kurangnya fasilitas belajar de sekolah dan rumah diberbagai pelosok
·         Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal
·         Kurangnya dorongan mental dari orangtua karena orangtua tidak memahi apa yang dipelajari oleh anaknya disekolah
·         Keadaan gizi yang rendah
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerjs bermutu rendah. Oleh karena itu, pada tempatnya, mereka mendorong untuk belajar dibidang-bidang keterampilan sebagai bekal hidup. Penyediaan kesempatan belajar di luar sekolah, merupakan langkah bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan warga bangsa Indonesia.
10.    Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa belajar pada kahir semester, belajar tidak terartur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, dan lain-lain.
Untuk sebagian kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar pada diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplim membelajarkan diri.

B.       Faktor-faktor Ekstern Belajar
Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1.        Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar.
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi guru bidang stidu tertentu. Sebagai sebagai seorang pribadi ia mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Guru juga menumbuhkan diri secara professional.
Mengatasi masalah-masalah keutuhan sebagai pribadi, dan penumbuhan profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan kunci keberhasilan tugas pembelajaran sang siswa. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal berikut:
  • Membangun hubungan baik dengan siswa
  • Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat motif belajar
  • Mengorganisasi belajar
  • Melaksanakan pendekatan pembelajar secara tepat
  • Mengevaluasi hasil belajar
  • Melaporkan hasil belajar siswa kepada orangtua siswa yang berguna bagi orientasi masa depan siswa
2.        Sarana dan prasarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan olahraga beserta perabotannya. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar berarti meuntut guru dan siswa dalam menggunakannya. Peranan guru adalah sebagai berikut:
ü  Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan suasana belajar yang menggembirakan
ü  Memelihara dan mengatur sarana pembelajaran berorientasi keberhasilan siswa belajar
ü  Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan sarana dan prasarana secara tepat guna
Peranan siswa adalah sebagai berikut:
ü  Ikiut serta memelihara dan mengatur sarana dan prasarana secara baik
ü  Ikut serta dan berperanan aktif dalam pemanfaatan sarana dan prasarana secara tepat guna
ü  Menghormati sekolah sebagai sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa
3.        Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang dimaksud adlaah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar, atau proses pembelajaran. Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan “tingkat perkembangan mental” yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. “tingakt perkembangan mental” tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kofnitif, afekjtif, dan psikomotor.
4.        Lingkungan sosial siswa di sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal sebagai lingkungan social siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu. Pengaruh lingkungan sosial dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
  • Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar
  • Lingkungan sosial mewujud dalam suasana karab, gembira, rukun, dan damai; atau sebaliknya, mewujud dalam suasana perselisihan, bersaing, salah-menyalahkan, dan cerai-berai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semnangat dan proses belajar
5.        Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Perubahan kurikulum sekolah dapat menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah seperti:
  • Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah
  • Isi pendidikan berubah, akibatnya buku-buku pelajaran, dan sumber lain akan berubah
  • Kegiatan belajar-mengajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru
  • Evaluasi berubah. Akibatnya guru akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru
Perubahan kurikulum di sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa, tetapi juga petugas pendidikan dan orangtua siswa.

2.4 Cara Pengungkapan Masalah Belajar
Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006:155-156) siswa yang mengalami masalah belajar dapat dikenali melalui prosedur pengungkapan, yaitu:

1. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tes kemampuan dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat kemampuan dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministrasikan tes intelegensi yang sudah baku.
3. Melalui pengisian AUM PTSDL
AUM PTSDL adalah alat ungkap untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses keberhasilan belajar, khususnya yang menyangkut prasyarat penguasaan materi pelajaran, keterampilan belajar, sarana belajar, keadaan diri pribadi, dan keadaan lingkungan fisik dan sosio-emosional.
4. Tes diagnostik
Tes ini merupakan instrument untuk mengungkapkan adanya kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu. Dengan tes diagnostik sebenarnya sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang studi tertentu.
5. Analisis hasil belajar
Analisis hasil belajar merupakan suatu komponen dalam sistem proses belajar mengajar yang terdiri dari kurikulum, materi pelajaran, metode mengajar dan analisis itu sendiri, serta memberikan informasi mengenai tingkat pencapaian keberhasilan siswa.

2.4 Upaya Pengentasan Masalah Belajar
Murid yang mengalami masalah belajar perlu mendapatkan bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut nantinya dan siswa yang mengalami masalah belajar ini dapat berkembang secara optimal. Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006:159-160) masalah belajar siswa dapat dientaskan melalui:

1. Pengajaran perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok siswa yang mengalami masalah-masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar siswa.
2. Program pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar.
3. Peningkatan motivasi belajar
Guru bidang studi, guru pembimbing, dan staf sekolah lainnya berkewajiban membantu siswa meningkatkan motivasi dalam belajar. Salah satunya dengan cara menyesuaikan pengajaran dengan bakat, minat, dan kemampuan.
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Setiap siswa diiharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif karena prestasi belajar yang baik diperoleh melalui usaha atau kerja keras.
5. Layanan konseling individual
Dalam hubungan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) pada kegiatan konseling diupayakan adanya pengentasan masalah-masalah klien yang telah disampaikan pada konselor.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara guru-siswa mendorong perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya perilaku belajar dan ketercapaian sasaran belajar. Dengan demikian bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar yang dialami dan dihayati, dan sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan sumber belajar di lingkungannya. Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah intern. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang belajar maka akan muncul fsktor-faktor ekstern yang memungkinkan terjadinya belajar.
Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa meliputi hal-hal seperti: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan ajar, kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri siswa, dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern belajar seperti guru sebagai Pembina belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kbijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.
Adapun cara pengungkapan masalah belajar seperti tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, tes diagnostik, dan analisis hasil belajar. Sedangkan upaya pengentasan masalah adalah seperti pengajaran perbaikan, program pengayaan, dan motivasi belajar.

3.2 Saran
Dari pembahasan diatas, maka diharapkan kepada para guru agar lebih menyelenggarakan pembelajaran yang optimal terhadap anak didiknya dan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang arti belajar itu sendiri. Selain itu diharapkan juga kepada guru selaku pendidik untuk tidak hanya memfokuskan fungsinya selaku pengajar dan fasilitator, tetapi juga perannya selaku motivator sehingga sukses dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono.1994.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Dirjen Dikti.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar