BAB I
PENDAULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan salah satu usaha sadar manusia dalam mendidik dalam
upaya meningkatkan kemampuan kemudian diiringi oleh perubahan dan
peningkatan kualitas dan kuantitas pengetahuan manusia itu sendiri. Belajar
adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di dalam lingkungan belajar.
Belajar diperoleh melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal. Salah satu
lembaga pendidikan formal yang umum di Indonesia yaitu sekolah dimana di
dalamnya terjadi kegiatan belajar dan mengajar yang melibatkan interaksi antara
guru dan siswa. Tujuan belajar siswa sendiri adalah untuk mencapai atau
memperoleh pengetahuan yang tercantum melalui hasil belajar yang optimal sesuai
dengan kecerdasan intelektual yang dimilikinya.
Biasanya kemampuan siswa dalam belajar seringkali dikaitkan dengan
kemampuan intelektualnya. Pengukuran kemampuan intelektual ini ditunjukkan oleh
hasil tes IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual. Siswa dengan
IQ > 110 tergolong kedalam siswa dengan kemampuan diatas rata-rata, siswa
dengan rentang IQ 90-109 tergolong kedalam rata-rata normal, dan IQ < 90
tergolong kedalam rata-rata rendah atau siswa dengan kemampuan rendah.
Ada siswa dengan kecerdasan intelektual diatas rata-rata/rata-rata tinggi
namun tidak menunjukkan prestasi yang memuaskan yang sesuai dengan kemampuannya
yang diharapkan dalam belajar. Kemudian ada siswa yang mendapatkan kesempatan
yang baik dalam belajar, dengan kemampuan yang cukup baik, namun tidak
menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam belajar. Dan ada pula siswa yang
sangat bersungguh-sungguh dalam belajar dengan kemampuan yang kurang dan
prestasi belajarnya tetap saja kurang.
Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hambatan dan masalah dalam proses belajar siswa itu
sendiri, baik dalam prosesnya di sekolah maupun di rumah. Oleh karena itu, guru
selaku pendidik dituntut untuk selalu dapat memberikan dorongan/motivasi kepada
siswanya yang kurang bersemangat dalam belajar dan meberikan solusi terhadap
permasalahan belajar yang dihadapi siswanya.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah pengertian masalah belajar?
- Apa sajakah jenis-jenis masalah belajar?
- Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab masalah belajar?
- Bagaimana cara pengungkapan masalah belajar?
- Bagaimana upaya pengentasan masalah belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah
sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat
sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya
sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.
Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak
disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain,
ingin atau perlu dihilangkan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian
belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”. “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau
perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995: 196
).
Menurut (Garry dan Kingsley, 1970: 15 ) “Belajar adalah proses tingkah
laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan
menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan
atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi
tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan
dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini
tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi
juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal,
pandai atau cerdas.
2.2
Jenis-jenis
Masalah Belajar
Dalam pengertian masalah belajar di atas, maka dapat dirincikan
jenis-jenis siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar, yaitu sebagai
berikut:
a)
Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar
atau hasil belajar sesuai dengan pencapaian teman-teman seusianya yang ada
dalam kelas yang sama. Sesuai dengan tujuan belajar yang tercantum dalam
Kurikulum bahwa siswa dikatakan lulus atau tuntas dalam suatu pelajaran jika
telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh
tiap-tiap guru bidang studi. KKM dibuat berdasarkan intake (pencapaian) siswa
di dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak mencapai kriteria tersebut, maka
yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam pelajaran tersebut.
b)
Siswa yang mengalami keterlambatan akademik,
yakni siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi
tidak menggunakan kemampuannya secara optimal. Belum tentu semua siswa yang
terdapat dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama, ada beberapa siswa
dengan kemampuan intelegensi diatas rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang
menyebabkan si siswa cerdas ini harus menyesuaikan kebutuhan asupan
kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman sekelasnya, sehingga siswa yang
seharusnya sudah berhak diatas teman-teman sebayanya dipaksa menerima kondisi
sekitarnya.
c)
Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai
kemampuannya sendiri (tingkat IQ yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa
yang memiliki intelegensi diatas rata-rata normal tetapi tidak mencapai tujuan
belajar yang optimal. Misalnya KKM pada Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian
nilai yang dicapainya 70. Padahal seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti
itu, yang bersangkutan bisa mendapat nilai minimal 80 bahkan lebih.
d) Siswa
yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat
akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini
yakni siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat
sering bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk
menangani siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra
menjadi salah satu alternatif penyelesaian masalah semacam ini.
e)
Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar,
yakni keadaan atau kondisi siswa yang kurang bersemangat dalam belajar seperti
jera dan bermalas-malasan. Siswa yang seperti ini biasanya didukung oleh
kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak peduli terhadap perkembangan belajar
siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang tidak berperan dalam proses
belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga belajar
menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang merupakan
media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu
sendiri.
f)
Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk
dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya
sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas,
mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak
diketahui dan sebagainya. Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk
menyelesaikan tugas menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya
diselesaikan segera setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan
berwatak tegas juga menjadi faktor berkurangnya perhatian (attention) yang
seharusnya diberikan oleh siswa kepada Guru.
g)
Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar
mengajar di kelas, yaitu siswa-siswa yang sering tidak hadir atau menderita
sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar
kegiatan belajarnya. Seringkali materi pelajaran yang telah disampaikan oleh
Guru pada pertemuan jauh sebelumnya kemudian siswa dituntut untuk mengikuti dan menguasai materi
pelajaran dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi
tertekan dan terbebani oleh materi belajar yang banyak.
h)
Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku
(kurangnya tata krama) dalam hubungan intersosial. Pergaulan antar teman
sepermainan yang tidak seumuran dan tidak mengeyam bangku pendidikan
menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh dengan pola perilaku dan pergaulan
yang serampangan, seperti berbicara dengan nada yang tinggi dengan orang yang
lebih tua, sering membuat kegaduhan atau keributan di dalam masyarakat.
Kemudian siswa yang bersangkutan membawa perilaku buruknya tersebut kedalam
lingkungan sekolah yang lambat laun menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh
dengan pola perilakunya, baik dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang
lain.
2.3
Faktor-faktor
Penyebab Masalah Belajar
1.
Hal-hal yang Berpengaruh Terhadap Proses Belajar
Dalam menunjang berhasilnya suatu proses belajar, terdapat beberapa masalah-masalah
yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar itu sendiri, yaitu sebagai
berikut:
A. Masalah-Masalah
Intern Belajar
Dalam belajar siswa mengalami beragam masalah, jika mereka dapat
menyelesaikannya maka mereka tidak akan mengalami masalah atau kesulitan dalam
belajar. Terdapat berbagi faktor intern dalam diri siswa, yaitu:
1.
Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang suatu yang membawa
diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh
kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau
mengabaikan kesempatan belajar tersebut. Akibat penerimaan, penolakan, atau
pengabaian kesempatan belajar akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian.
2.
Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu
diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada
tempatnta diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
3.
Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada
pelajaran. Untuk memperkuat perhatian pada pelajara, guru perlu menggunakan
bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan meperhitungkan waktu belajar
serta selingan istirahat.
4.
Kemampuan mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan siswa
mengolah bahan ajar belajar menjadi semakin baik, jika siswa berpeluang aktif
belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan
keterampilan proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5.
Kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan
dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam
waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti
hasil belajar tetap dimiliki siswa. Sedangkan kemampuan menyimpan dalam waktu
pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan.
6.
Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan
yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa kan memperkuat pesan
dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkan dengan bahan lama. Dalam hal
pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman
lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama dapat berwujud
transfer belajar atau unjuk prestasi belajar.
7.
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajarnya. Siswa
menunjukkan bahwa ia elah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer
hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada
sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi
tersebut berpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktivan pra pengolahan,
pengolahan, penyimpanan, pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.
Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang
atau dapay juga gagal berprestasi.
Dalam belajar pada ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan
peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Lupa pada ranah kognitif
umumnya berlawanan dengan mengingat. Pesan yang dilupakan belum tentu berarti
“hilang” dari ingatan. Kadang kala siswa memerlukan waktu tersebut untuk
“membangkitkan” kembali pesan yang “terlupakan”. Dengan berbagai pancingan,
dalam waktu tertentu, pesan yang “terlupakan” dapat diingant kembali. Bila pesan
tersebut sudah “dibangkitkan”, maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi
belajar, maupun transfer belajar. Proses terjadinya gejala lupa dapat dilacak
dan diperbaiki dalam proses belajar ulang.
8.
Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan
berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya dapat timbul berkat adanya
pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi
merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan
sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin
memperoleh pengakuan umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal
yang sebaliknya dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan
rasa tidak percaya diri. Bila rasa percaya diri semakin kuat, maka diduga siswa
akan menjadi takut belajar. Pada tempatnya guru mendorong keberanian secara
terus menerus, memberikan bermacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan
kepercayaan bila sisw atelah berhasil.
9.
Intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut Wechsler (Monks & Knoers & Siti Rahayu) Haditono)
intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat
bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan
secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah
dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan
belajar. Menurut Siti Rahayu Haditono di
Indonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang
rendah. Hal tersebut disebabkan oleh factor-faktor seperti:
·
Kurangnya fasilitas belajar de sekolah dan rumah
diberbagai pelosok
·
Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan
mereka merasa ragu dan takut gagal
·
Kurangnya dorongan mental dari orangtua karena
orangtua tidak memahi apa yang dipelajari oleh anaknya disekolah
·
Keadaan gizi yang rendah
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh
intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti
terbentuknya tenaga kerjs bermutu rendah. Oleh karena itu, pada tempatnya,
mereka mendorong untuk belajar dibidang-bidang keterampilan sebagai bekal
hidup. Penyediaan kesempatan belajar di luar sekolah, merupakan langkah bijak
untuk mempertinggi taraf kehidupan warga bangsa Indonesia.
10. Kebiasaan
belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang
baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa belajar pada kahir
semester, belajar tidak terartur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, dan
lain-lain.
Untuk sebagian
kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti
belajar pada diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplim
membelajarkan diri.
B. Faktor-faktor
Ekstern Belajar
Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru disekolah merupakan
faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa
faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi
yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda
bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya
berkenaan dengan kebangkitan belajar.
Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi
penyandang profesi guru bidang stidu tertentu. Sebagai sebagai seorang pribadi
ia mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Guru juga menumbuhkan diri secara
professional.
Mengatasi masalah-masalah keutuhan sebagai pribadi, dan penumbuhan
profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi
kedua masalah tersebut merupakan kunci keberhasilan tugas pembelajaran sang
siswa. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa tersebut meliputi hal-hal
berikut:
- Membangun hubungan baik dengan siswa
- Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat motif belajar
- Mengorganisasi belajar
- Melaksanakan pendekatan pembelajar secara tepat
- Mengevaluasi hasil belajar
- Melaporkan hasil belajar siswa kepada orangtua siswa yang berguna bagi orientasi masa depan siswa
2.
Sarana dan prasarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan
olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan olahraga beserta perabotannya.
Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, dan berbagai media
pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik. Dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar
berarti meuntut guru dan siswa dalam menggunakannya. Peranan guru adalah
sebagai berikut:
ü
Memelihara, mengatur prasarana untuk menciptakan
suasana belajar yang menggembirakan
ü
Memelihara dan mengatur sarana pembelajaran
berorientasi keberhasilan siswa belajar
ü
Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan
sarana dan prasarana secara tepat guna
Peranan siswa
adalah sebagai berikut:
ü
Ikiut serta memelihara dan mengatur sarana dan
prasarana secara baik
ü
Ikut serta dan berperanan aktif dalam pemanfaatan
sarana dan prasarana secara tepat guna
ü
Menghormati sekolah sebagai sebagai pusat
pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa
3.
Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk
kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses
belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian
yang dimaksud adlaah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau
bernilai.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar
adalah siswa. Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar, atau proses
pembelajaran. Pelaku aktif pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil
belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan “tingkat perkembangan mental” yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat pra-belajar. “tingakt perkembangan mental” tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kofnitif, afekjtif, dan psikomotor.
4.
Lingkungan sosial siswa di sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal
sebagai lingkungan social siswa. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan
adanya kedudukan dan peranan tertentu. Pengaruh lingkungan sosial dapat berupa
hal-hal sebagai berikut:
- Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar
- Lingkungan sosial mewujud dalam suasana karab, gembira, rukun, dan damai; atau sebaliknya, mewujud dalam suasana perselisihan, bersaing, salah-menyalahkan, dan cerai-berai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semnangat dan proses belajar
5.
Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum.
Berdasarkan kurikulum tersebut guru menyusun desain instruksional untuk
membelajarkan siswa. Hal itu berarti bahwa program pembelajaran di sekolah
sesuai dengan sistem pendidikan nasional. Perubahan kurikulum sekolah dapat
menimbulkan masalah. Masalah-masalah itu adalah seperti:
- Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah
- Isi pendidikan berubah, akibatnya buku-buku pelajaran, dan sumber lain akan berubah
- Kegiatan belajar-mengajar berubah, akibatnya guru harus mempelajari strategi, metode, teknik, dan pendekatan mengajar yang baru
- Evaluasi berubah. Akibatnya guru akan mempelajari metode dan teknik evaluasi belajar yang baru
Perubahan
kurikulum di sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa,
tetapi juga petugas pendidikan dan orangtua siswa.
2.4 Cara Pengungkapan Masalah Belajar
Menurut Prayitno (Herman dkk, 2006:155-156) siswa yang mengalami masalah
belajar dapat dikenali melalui prosedur pengungkapan, yaitu:
1. Tes hasil belajar
Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan
sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2. Tes kemampuan
dasar
Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat
kemampuan dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministrasikan
tes intelegensi yang sudah baku.
3. Melalui
pengisian AUM PTSDL
AUM PTSDL adalah alat ungkap untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai
aspek yang dapat mempengaruhi proses keberhasilan belajar, khususnya yang
menyangkut prasyarat penguasaan materi pelajaran, keterampilan belajar, sarana
belajar, keadaan diri pribadi, dan keadaan lingkungan fisik dan
sosio-emosional.
4. Tes diagnostik
Tes ini merupakan instrument untuk mengungkapkan adanya kesalahan yang
dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu. Dengan tes diagnostik
sebenarnya sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang
studi tertentu.
5. Analisis
hasil belajar
Analisis hasil belajar merupakan suatu komponen dalam sistem proses
belajar mengajar yang terdiri dari kurikulum, materi pelajaran, metode mengajar
dan analisis itu sendiri, serta memberikan informasi mengenai tingkat
pencapaian keberhasilan siswa.
2.4 Upaya Pengentasan Masalah Belajar
Murid yang mengalami masalah belajar perlu mendapatkan bantuan agar
masalahnya tidak berlarut-larut nantinya dan siswa yang mengalami masalah
belajar ini dapat berkembang secara optimal. Menurut Prayitno (Herman dkk,
2006:159-160) masalah belajar siswa dapat dientaskan melalui:
1. Pengajaran
perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok siswa yang mengalami masalah-masalah belajar dengan
maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar
siswa.
2. Program
pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada
seseorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar.
3. Peningkatan
motivasi belajar
Guru bidang studi, guru pembimbing, dan staf sekolah lainnya berkewajiban
membantu siswa meningkatkan motivasi dalam belajar. Salah satunya dengan cara
menyesuaikan pengajaran dengan bakat, minat, dan kemampuan.
4. Pengembangan
sikap dan kebiasaan belajar yang baik
Setiap siswa diiharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang
efektif karena prestasi belajar yang baik diperoleh melalui usaha atau kerja
keras.
5. Layanan
konseling individual
Dalam hubungan tatap muka antara konselor dengan klien (siswa) pada
kegiatan konseling diupayakan adanya pengentasan masalah-masalah klien yang
telah disampaikan pada konselor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar-mengajar antara
guru-siswa mendorong perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya
perilaku belajar dan ketercapaian sasaran belajar. Dengan demikian bagi siswa
perilaku belajar merupakan proses belajar yang dialami dan dihayati, dan
sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan sumber belajar
di lingkungannya. Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan
masalah-masalah intern. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada
pebelajar yang belajar maka akan muncul fsktor-faktor ekstern yang memungkinkan
terjadinya belajar.
Faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa meliputi hal-hal
seperti: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar,
kemampuan mengolah bahan ajar, kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar,
kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa
percaya diri siswa, dan kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern belajar seperti
guru sebagai Pembina belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kbijakan
penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.
Adapun cara pengungkapan masalah belajar seperti tes hasil belajar, tes
kemampuan dasar, tes diagnostik, dan analisis hasil belajar. Sedangkan upaya
pengentasan masalah adalah seperti pengajaran perbaikan, program pengayaan, dan
motivasi belajar.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas, maka diharapkan kepada para guru agar lebih
menyelenggarakan pembelajaran yang optimal terhadap anak didiknya dan
memberikan pemahaman yang lebih luas tentang arti belajar itu sendiri. Selain
itu diharapkan juga kepada guru selaku pendidik untuk tidak hanya memfokuskan
fungsinya selaku pengajar dan fasilitator, tetapi juga perannya selaku
motivator sehingga sukses dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati,
Mudjiono.1994.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:
Dirjen Dikti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar